Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Judi Online: Tipu Daya di Era Digital dan Lenyapnya Penjaga Moral

Kamis, 10 April 2025 | April 10, 2025 WIB Last Updated 2025-04-11T05:26:40Z


Menurut seorang pemikir moral, Alasdair MacIntyre, masyarakat modern telah kehilangan telos (tujuan moral bersama) karena terjebak dalam sistem yang hanya menilai tindakan berdasarkan efisiensi dan hasil instan. Dalam konteks itu, judi online menjelma sebagai gejala zaman: ia tidak sekadar menawarkan hiburan, tapi mencerminkan kehampaan nilai, ketika keberuntungan menggantikan kebajikan, dan kecepatan menyingkirkan proses.


Judi online bukan hanya soal kalah menang. Ia menyasar inti dari manusia: kehendak, pengharapan, dan relasi. Ia membius hati dengan mimpi palsu, sambil mengikis daya pikir. Seperti kata Immanuel Kant dalam Groundwork of the Metaphysics of Morals, “Act so that you treat humanity, whether in your own person or in the person of another, always at the same time as an end, never merely as a means.” Tetapi sistem judi memperlakukan manusia semata sebagai sarana: sarana untuk keuntungan, untuk statistik, untuk klik dan pengeluaran.


Yang lebih memprihatinkan: ketika negara—yang seharusnya berperan sebagai penjaga etika publik—tampak lengah, bahkan permisif. Penindakan terhadap situs judi sering hanya bersifat simbolis, sementara ribuan situs lain tumbuh bak jamur setelah hujan. Sementara suara-suara kritis cepat dibungkam, racun digital ini justru dibiarkan membius generasi.


Kritik ini bukan semata kepada kebijakan yang lemah, tapi kepada kesadaran yang mati rasa. Ketika masyarakat mulai menormalisasi perjudian sebagai “penghasilan alternatif,” kita sebenarnya sedang menyaksikan kematian perlahan dari integritas kolektif.


Dari sudut teologis, ini bukan sekadar pelanggaran etika—ini adalah bentuk penyembahan palsu. Dalam bahasa yang lebih keras, ini adalah bentuk kemurtadan digital. Judi menggoda manusia untuk mempercayai sistem probabilitas lebih daripada penyelenggaraan ilahi. Ia menawarkan jaminan semu, dan menuntut persembahan yang nyata—uang, waktu, bahkan keluarga.


MacIntyre dalam After Virtue menulis, “What we possess… are the fragments of a conceptual scheme, parts which now lack those contexts from which their significance derived.” Kita sedang hidup dalam reruntuhan nilai. Judi online bukan penyebab utama, tapi ia adalah gejala paling menonjol dari runtuhnya makna moral itu.


Maka ini bukan saatnya kita berkata netral. Ini saatnya berkata cukup. Cukup bagi pembiaran. Cukup bagi sistem yang memperalat manusia. Cukup bagi kemunafikan sosial yang menoleransi racun selama ia terbungkus teknologi.


Judi online bukan hiburan. Ia adalah perbudakan dalam bentuk yang paling halus. Dan seperti semua bentuk perbudakan, ia harus dihentikan—bukan dinegosiasi.


Berhentilah sebelum hidupmu jadi korban statistik. Sebelum anak-anakmu kehilangan teladan. Sebelum hatimu tidak lagi mampu berharap kepada Allah, karena telah terlalu lama berharap kepada angka-angka kosong di layar.


Kembalilah pada jalan kebajikan. Kembalilah pada iman. Karena yang tidak mau kembali—akan ditelan oleh sistem yang tak pernah mengenal kata puas.


(byt)


×
Berita Terbaru Update