Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Yesus Kok Disamakan dengan Ular? Bukankah Ular Itu Simbol Kejahatan?

Senin, 14 April 2025 | April 14, 2025 WIB Last Updated 2025-04-14T17:10:02Z


 Renungan Pra-Paskah – Yohanes 3:14-15

Oleh: Beny Takumau


Pernahkah kita merasa terganggu saat membaca kisah di mana Yesus disamakan dengan ular tembaga? Perasaan itu wajar. Sebab dalam banyak bagian Alkitab, ular melambangkan kejahatan, penipuan, dan kutuk---sejak di Taman Eden hingga simbol naga dalam Wahyu. Maka wajar bila hati kita terusik: mengapa Yesus---yg kudus dan tak bercela---disamakan dengan lambang yg begitu menjijikkan dan menyesatkan?


 "Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yg percaya kepada-Nya beroleh hidup yg kekal."

(Yohanes 3:14-15)


Mari kita kembali ke padang gurun. Di sana bangsa Israel memberontak, bersungut-sungut terhadap Tuhan. Maka Tuhan kirimkan ular-ular tedung yg mematikan. Orang-orang mati tergigit, dan akhirnya menjerit memohon belas kasihan.

 "Lalu TUHAN menyuruh ular-ular tedung ke antara bangsa itu, yang memagut mereka, sehingga banyak dari orang Israel yg mati."

(Bilangan 21:6)


Kemudian Tuhan menyuruh Musa membuat ular tembaga dan meninggikannya di tiang. Barang siapa yg memandang kepadanya akan sembuh.

"Maka berfirmanlah TUHAN kepada Musa: 'Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada sebuah tiang; maka setiap orang yg terpagut, jika ia melihatnya, akan tetap hidup.'"

(Bilangan 21:8)


Itu bukan taktik medis. Itu simbol. Sebuah tanda bahwa: yg mematikan itu, jika ditinggikan dan dilihat dengan iman, justru bisa menyembuhkan.

Saat bercakap dengan Nikodemus,Yesus mengutip peristiwa itu dan menyamakannya dengan kematian-Nya di salib. Itu pernyataan yg mengguncang.


"Yesus bukan disamakan dengan ular dalam natur-Nya, tapi dalam fungsi simboliknya." (Bagian yg saya garis bawahi sangat penting,inilah perbedaannya) .

Ular tembaga adalah gambaran tentang dosa yang sudah dihukum---dipaku, dilumpuhkan, tak lagi bisa menggigit, tapi tetap menjijikkan. Maka ketika Yesus ditinggikan di kayu salib, Ia bukan sekadar menanggung dosa dari luar, tetapi dijadikan dosa karena kita. Ia mengambil rupa yg menjijikkan di hadapan kekudusan, agar kita yang najis boleh dipandang benar.

"Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah."

(2 Korintus 5:21)


"Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!"

(Galatia 3:13)



Tuhan tdk memilih simbol elok. Ia tdk memerintahkan Musa membuat domba emas, atau merpati dari perak. Tapi ular tembaga, simbol kutuk. Itulah cara Tuhan bicara: bukan demi keindahan visual, tapi demi menyayat hati. Karena salib bukanlah karya estetika. Ia adalah jeritan logika Ilahi yg menghancurkan kebanggaan manusia.



Logika Allah bukan sekadar rapi---,tapi penuh keheningan yg menusuk. Ia memilih simbol yg memalukan untuk menjungkirbalikkan pola dunia. Dan itu pula yg menjadi dasar apologetika kita: bahwa Injil bukan tawaran kemegahan, tapi pengumuman tentang Anak Allah  yg menjadi kutuk supaya manusia yg terkutuk bisa dibenarkan.Maka sangat heran dengan konsep "Teologi Kemakmuran" yg mengajarkan bahwa ikut Tuhan pasti kaya,sukses,tidak sakit dan sebagainya,ini tawaran atau ajakan yg justru bertentangan dengan Injil.Artinya bahwa kesembuhan, kesuksesan, kekayaan itu semua berasal dari Tuhan tapi bukan "tanda" bahwa menjadi pengikut Tuhan pasti mengalami semuanya itu,Orang atheism,orang agama lain,bahkan penghujat Tuhan sekalipun banyak yg mengalami itu,Semua bentuk berkat yg disebutkan tadi merupakan Anugrah Umum,(Matius 5:45   Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar)


Berbeda dengan Anugrah Keselamatan yg Hanya diberikan kepada Orang yg Percaya saja,dan ini yg lagi kita bahas sekarang.

Yesus tdk mati sebagai korban yg anggun. Ia ditelanjangi, dicemooh, dipandang dengan hina seperti ular yang adalah simbol dari  kutuk. Dan siapa pun dengan iman memandang kepada-Nya dalam kondisi itu-di sanalah kehidupan bermula.


Tapi inipun  bukan sekadar simbol. Ia adalah cambuk bagi hati yg congkak. Sebab setiap kali kita merasa terhormat, merasa berjasa, merasa sebagai pahlawan iman---Salib menyingkapkan wajah Yesus yg dihina demi kita yg sombong. Saat aku merasa suci, rohani, dan layak dikagumi, Salib justru berbisik tajam: 'Engkau diselamatkan bukan karena siapa dirimu, tapi karena siapa Dia yang rela hancur untukmu.'

----


Ada seorang anak muda di kota besar. Ambisius, perfeksionis. Ia benci kegagalan. Suatu hari ia melihat seorang ayah tua membersihkan kotoran anaknya yg cacat. Anak itu muntah, menangis, dan ayahnya membersihkan tanpa jijik, tanpa amarah, hanya dengan wajah penuh kasih. Anak muda itu menatap dan menangis. Di sanalah ia sadar: dunia mengagumi kekuatan, tapi kasih sejati terlihat dalam wajah yg tetap mencintai saat harus memeluk yg memuakkan.


Itulah Allah dalam Kristus: tdk undur saat harus memeluk yg memuakkan. Ia tdk memilih yg bersih, harum, atau layak. Ia mendekap dosa, agar kita yg penuh dosa boleh didekap dalam kasih-Nya.


Dalam konteks ini, Yesus ditinggikan seperti ular di padang gurun---bukan untuk ditampilkan dalam kejayaan duniawi, tetapi untuk menanggung sepenuhnya dosa yg kita kenakan. Salib bukan lambang keagungan menurut ukuran manusia, melainkan tempat di mana kehinaan kita dipikul oleh kasih yg setia. Dan siapa pun yg memandang Salib dengan iman---bukan dengan selera akan keindahan dunia---akan disembuhkan oleh kasih-Nya yg menyelamatkan.



Ironisnya, bagian inilah yang sering dijadikan bahan ejekan oleh mereka yg menolak Kristus: “Tuhannya kok disamakan dengan ular?” atau “Tuhan macam apa yg mati terkutuk di kayu salib?” Tapi justru di situlah keajaiban Injil--bahwa Tuhan tdk datang dalam kemuliaan yg mengintimidasi, melainkan dalam bentuk yg hina agar dapat memikul seluruh kutuk kita. Ia menjadi serendah-rendahnya supaya kita yg terendah bisa diangkat setinggi-tingginya.



Salib bukan sekadar alat eksekusi, melainkan lambang cinta yg berani masuk ke dalam lumpur kutuk dan dosa, bukan untuk menyerah, tapi untuk menaklukkannya dari dalam. Apa yg bagi dunia tampak sebagai kekalahan, bagi orang percaya justru adalah kemenangan paling agung--karena di sanalah kutuk dihancurkan, dan kasih membebaskan.



Maka, Yesus disamakan dengan ular bukan untuk merendahkan-Nya, melainkan untuk menyatakan betapa dalam karya penebusan-Nya menjangkau. Ia sendiri tidak berdosa, tidak terkutuk---namun Ia rela menempatkan diri seperti kutuk, agar kutuk itu berhenti pada-Nya. Ia menanggung racun maut, agar kita sembuh



Salib bukanlah sekadar pajangan. Ia adalah tanda yang mengguncang: bahwa kasih Allah rela turun ke titik paling hina, agar kita yg najis bisa diangkat menjadi benar. Itulah Injil yg sejati---bukan pemoles tampilan rohani, melainkan kuasa yg memulihkan---menghidupkan kita dari cengkraman dosa yg membinasakan.



Soli Deo Gloria 

×
Berita Terbaru Update