Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Memaknai Minggu Sengsara

Rabu, 12 Maret 2025 | Maret 12, 2025 WIB Last Updated 2025-03-13T15:21:48Z
Foto menara gedung Gereja GMIT Tiberias Daudolu 



Oleh: Beny Takumau


Minggu Sengsara adalah waktu di mana kita diajak untuk merenungkan penderitaan Kristus, bukan hanya sebagai peristiwa sejarah, tetapi sebagai kenyataan yang punya makna mendalam bagi setiap manusia. Penderitaan-Nya bukan sekadar tragedi, tapi sebuah misteri yg mengungkapkan sesuatu yg jauh lebih besar drpd yg bisa dijangkau akal manusia. Di dalamnya, keadilan dan kasih bertemu, tidak saling meniadakan, tapi justru saling menggenapi.


Sejak awal, kehidupan manusia tidak pernah lepas dari pergumulan. Ada kesadaran akan baik dan buruk, tapi juga ada keterikatan yg sulit dijelaskan—sebuah ketidakmampuan utk hidup sesuai standar kebenaran yg sejati. Ada rasa bersalah yg dalam, ada usaha utk menebus kesalahan dgn berbagai cara, tapi tetap ada kekosongan yg tersisa. Penderitaan Kristus berbicara langsung ke kegelisahan ini, krn di dalam sengsara-Nya, tersingkap kenyataan bahwa manusia memang tdk mampu menyelamatkan dirinya sendiri.


Ketika Yesus tergantung di kayu salib, kegelapan menyelimuti bumi. Itu bukan cuma fenomena alam biasa, tapi tanda bahwa sesuatu yg besar sedang terjadi. Saat Dia berseru, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Matius 27:46), itu bukan sekadar ungkapan kesakitan fisik, tapi sebuah pernyataan yg mengguncang dasar eksistensi manusia. Jika Dia yg tanpa cela pun mengalami keterpisahan sedemikian rupa, lalu apa artinya bagi dunia yg sudah jatuh dalam dosa?


Tapi penderitaan Kristus bukanlah akhir. Dalam keheningan dan kegelapan yg menyelimuti, justru ada pekerjaan yg sedang digenapi. Dunia mungkin melihat penderitaan sbg tanda kekalahan, tapi di sini justru terbukti bahwa penderitaan bisa menjadi jalan menuju sesuatu yg lebih besar. Hidup manusia penuh pencarian akan makna, dan sering kali penderitaan menjadi pertanyaan terbesar. Kenapa ada sakit? Kenapa ada kesedihan? Kenapa hidup ini terasa begitu berat? Jawaban dr semua itu tdk ditemukan dalam penghindaran, tapi dalam memahami bahwa ada sesuatu yg lebih dalam dari sekadar apa yg terlihat.


Minggu Sengsara mengajarkan bahwa penderitaan bukan cuma hukuman, tapi bisa jadi bagian dari rencana yg lebih luas. Keselamatan tdk datang melalui kekuatan manusia, tapi melalui sesuatu yg tampaknya bertentangan dgn logika dunia: seorang yg menderita, dihina, dan mati dalam kehinaan, justru membawa pengharapan bagi semua orang. Salib, yg bagi sebagian orang tampak sebagai simbol kegagalan, justru menjadi pintu menuju kehidupan yg sejati.


Dunia hari ini terus bergerak dalam pencarian. Ilmu pengetahuan berkembang, teknologi semakin maju, tapi pertanyaan tentang penderitaan dan makna hidup tetap ada. Tdk peduli seberapa canggih peradaban ini, manusia tetap berhadapan dgn kenyataan bahwa ada batas yg tdk bisa ditembus oleh usaha manusia sendiri. Minggu Sengsara mengingatkan bahwa jawaban dari pencarian itu tdk ditemukan dalam kebanggaan manusia, tapi dalam sesuatu yg tampaknya lemah.


Salib mengajarkan bahwa ada kemenangan di dalam kekalahan, ada pengharapan di dalam kesakitan, dan ada kehidupan di dalam kematian. Apa yg tampak tidak masuk akal bagi dunia justru menjadi jalan yg paling benar. Rasul Paulus menulis, "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan, pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18). Bagi siapa saja yg bersedia melihat dgn mata hati yg terbuka, Minggu Sengsara bukan cuma peringatan akan penderitaan di masa lalu, tapi sebuah panggilan utk memahami hidup dgn cara yg baru—bahwa dalam setiap kesakitan yg kita alami, selalu ada sesuatu yg lebih besar yg sedang dikerjakan.


Penderitaan Kristus mengubah cara kita melihat penderitaan kita sendiri. Jika yg paling murni pun harus melalui jalan ini, maka mungkin penderitaan bukan sekadar hal yg harus dihindari, tapi sesuatu yg bisa membawa kita semakin dekat kepada kebenaran yg sejati. Minggu Sengsara bukan sekadar momen dalam kalender, tapi sebuah undangan utk merenungkan apa arti hidup, apa arti pengorbanan, dan di mana sesungguhnya letak pengharapan yg sejati.


Soli Deo Gloria.


×
Berita Terbaru Update